HIPERTENSI
DALAM KEHAMILAN
A. Definisi
Hipertensi yang terjadi selama kehamilan
Hipertensi yang terjadi selama kehamilan
B. Penyebab
Belum diketahui secara pasti
Belum diketahui secara pasti
C. Gambaran
Klinis
Tekanan darah diastolik merupakan
indikator dalam penanganan hipertensi
dalam kehamilan, oleh karena tekanan diastolik mengukur tahanan perifer
dan tidak tergantung pada keadaan emosional pasien. Diagnosis hipertensi dibuat jika tekanan darah diastolic 90 mmHg pada 2 pengukuran berjarak 1 jam atau lebih.
dalam kehamilan, oleh karena tekanan diastolik mengukur tahanan perifer
dan tidak tergantung pada keadaan emosional pasien. Diagnosis hipertensi dibuat jika tekanan darah diastolic 90 mmHg pada 2 pengukuran berjarak 1 jam atau lebih.
Hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi
dalam:
1. Hipertensi
karena kehamilan, jika hipertensi terjadi pertama kali sesudah kehamilan 20 minggu,
selama persalinan dan/atau dalam 48 jam postpartum
2. Hipertensi
kronik, jika hipertensi terjadi sebelum kehamilan 20 minggu
Hipertensi karena kehamilan lebih sering terjadi pada primigravida. Keadaan patologis telah terjadi sejak implantasi, sehingga timbul iskemia plasenta yang kemudian diikuti dengan sindroma inflamasi.
D. Risiko
meningkat pada:
· Masa
plasenta besar (gemelli, penyakit trofoblast)
· Hidramnion
· Diabetes
mellitus
· Isoimunisasi
rhesus
· Faktor
herediter
· Autoimun:
SLE
E. Klasifikasi
Hipertensi karena kehamilan:
· Hipertensi
tanpa proteinuria atau edema
· Preeklampsia
ringan
· Preeklampsia
berat
· Eklampsia
Hipertensi dalam kehamilan dan
preeklampsia ringan sering ditemukan tanpa
gejala, kecuali peningkatan tekanan darah. Prognosis menjadi lebih buruk
dengan terdapatnya proteinuria. Edema tidak lagi menjadi suatu tanda yang
sahih untuk preeclampsia.
gejala, kecuali peningkatan tekanan darah. Prognosis menjadi lebih buruk
dengan terdapatnya proteinuria. Edema tidak lagi menjadi suatu tanda yang
sahih untuk preeclampsia.
Preeklampsia Berat didiagnosis pada kasus dengan salah satu gejala berikut:
1. Tekanan
darah diastolik > 110 mmHg
2. Proteinuria
2+
3. Oliguria
< 400 ml per 24 jam
4. Edema
paru: nafas pendek, sianosis dan adanya ronkhi
5. Nyeri
daerah epigastrium atau kuadran atas kanan perut
6. Gangguan
penglihatan: skotoma atau penglihatan yang berkabut
7. Nyeri
kepala hebat yang tidak berkurang dengan pemberian analgetika
biasa
biasa
8. Hiperrefleksia
9. Mata:
spasme arteriolar, edema, ablasio retina
10. Koagulasi:
koagulasi intravaskuler disseminata, sindrom HELLP
11. Pertumbuhan
janin terhambat
12. Otak:
edema serebri
13. Jantung:
gagal jantung
Eklampsia ditandai oleh gejala preeklampsia berat dan kejang :
· Kejang
dapat terjadi dengan tidak tergantung pada beratnya hipertensi
· Kejang
bersifat tonik-klonik, menyerupai kejang pada epilepsy grand mal
· Koma
terjadi setelah kejang dan dapat berlangsung lama (beberapa jam)
HIPERTENSI KRONIK
· Hipertensi
kronik dideteksi sebelum usia kehamilan 20 minggu
· Superimposed
preeclampsia adalah hipertensi kronik dan preeclampsia
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN TANPA PROTEINURIA
Jika kehamilan < 35 minggu, lakukan pengelolaan rawat jalan:
1. Lakukan
pemantauan tekanan darah, proteinuria dan kondisi janin setiap minggu.
2. Jika
tekanan darah meningkat, kelola sebagai preeklampsia.
3. Jika
kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin yang terhambat, rawat dan
pertimbangkan terminasi kehamilan.
PREEKLAMPSIA RINGAN
Jika
kehamilan < 35 minggu dan tidak terdapat tanda perbaikan selama ANC :
1. Lakukan
penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan:
a) Lakukan
pemantauan tekanan darah, proteinuria, refleks dan kondisi janin
b) Lebih
banyak istirahat
c) Diet
biasa
d) Tidak
perlu pemberian obat
2. Jika
tidak memungkinkan rawat jalan, rawat di rumah sakit:
a) Diet
biasa
b) Lakukan
pemantauan tekanan darah 2 kali sehari, proteinuria 1 kali sehari
c) Tidak
memerlukan pengobatan
d) Tidak
memerlukan diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi jantung
atau gagal ginjal akut
e) Jika
tekanan diastolik turun sampai normal, pasien dapat dipulangkan:
· Nasehatkan
untuk istirahat dan perhatikan tanda preeklampsia berat
· Periksa
ulang 2 kali seminggu
· Jika
tekanan diastolik naik lagi rawat kembali
· Jika
tidak terdapat tanda perbaikan tetap dirawat
f) Jika
terdapat tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi
kehamilan
kehamilan
g) Jika
proteinuria meningkat, kelola sebagai preeklampsia berat
Jika kehamilan > 35 minggu, pertimbangkan terminasi kehamilan:
1. Jika
serviks matang, lakukan induksi dengan Oksitosin 5 IU dalam 500 ml Ringer
Laktat/ Dekstrose 5% i.v 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin
2. Jika
serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter Foley
atau lakukan terminasi dengan seksio sesarea.
PREEKLAMPSIA
BERAT DAN EKLAMPSIA
Penanganan preeklampsia
berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalinan harus berlangsung dalam 6
jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia.
Pengelolaan
kejang:
1. Beri
obat anti kejang (anti konvulsan)
2. Perlengkapan
untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap lendir, masker oksigen,
oksigen)
3. Lindungi
pasien dari kemungkinan trauma
4. Aspirasi
mulut dan tenggorokan
5. Baringkan
pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi risiko aspirasi
6. Berikan
O2 4 – 6 liter/menit
Pengelolaan
umum
1.
Jika tekanan diastolik > 110 mmHg,
berikan antihipertensi sampai tekanan
diastolik antara 90 – 100 mmHg
diastolik antara 90 – 100 mmHg
2.
Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum
besar no.16 atau lebih
3.
Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai
terjadi overload
4.
Kateterisasi urin untuk pengukuran volume
dan pemeriksaan proteinuria
5.
Infus cairan dipertahankan 1.5 – 2
liter/24 jam
6.
Jangan tinggalkan pasien sendirian.
Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan
kematian ibu dan janin
kematian ibu dan janin
7.
Observasi tanda vital, refleks dan denyut
jantung janin setiap 1 jam
8.
Auskultasi paru untuk mencari tanda
edema paru. Adanya krepitasi merupakan
tanda adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan pemberian cairan
dan berikan diuretik (mis. Furosemide 40 mg i.v)
tanda adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan pemberian cairan
dan berikan diuretik (mis. Furosemide 40 mg i.v)
9.
Nilai pembekuan darah dengan uji
pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi
setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati
setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati