Jumat, 05 Oktober 2012

HIPERTENSI PADA KEHAMILAN


HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
A.      Definisi
Hipertensi yang terjadi selama kehamilan

B.      Penyebab
Belum diketahui secara pasti

C.      Gambaran Klinis
Tekanan darah diastolik merupakan indikator dalam penanganan hipertensi
dalam kehamilan, oleh karena tekanan diastolik mengukur tahanan perifer
dan tidak tergantung pada keadaan emosional pasien. Diagnosis hipertensi dibuat jika tekanan darah diastolic 90 mmHg pada 2 pengukuran berjarak 1 jam atau lebih.

Hipertensi dalam kehamilan dapat dibagi dalam:
1.       Hipertensi karena kehamilan, jika hipertensi terjadi pertama kali sesudah kehamilan 20 minggu, selama persalinan dan/atau dalam 48 jam postpartum
2.       Hipertensi kronik, jika hipertensi terjadi sebelum kehamilan 20 minggu

Hipertensi karena kehamilan lebih sering terjadi pada primigravida. Keadaan patologis telah terjadi sejak implantasi, sehingga timbul iskemia plasenta yang kemudian diikuti dengan sindroma inflamasi.

D.      Risiko meningkat pada:
·       Masa plasenta besar (gemelli, penyakit trofoblast)
·       Hidramnion
·       Diabetes mellitus
·       Isoimunisasi rhesus
·       Faktor herediter
·       Autoimun: SLE

E.       Klasifikasi Hipertensi karena kehamilan:
·       Hipertensi tanpa proteinuria atau edema
·       Preeklampsia ringan
·       Preeklampsia berat
·       Eklampsia

Hipertensi dalam kehamilan dan preeklampsia ringan sering ditemukan tanpa
gejala, kecuali peningkatan tekanan darah. Prognosis menjadi lebih buruk
dengan terdapatnya proteinuria. Edema tidak lagi menjadi suatu tanda yang
sahih untuk preeclampsia.

Preeklampsia Berat didiagnosis pada kasus dengan salah satu gejala berikut:
1.     Tekanan darah diastolik > 110 mmHg
2.     Proteinuria 2+
3.     Oliguria < 400 ml per 24 jam
4.     Edema paru: nafas pendek, sianosis dan adanya ronkhi
5.     Nyeri daerah epigastrium atau kuadran atas kanan perut
6.     Gangguan penglihatan: skotoma atau penglihatan yang berkabut
7.     Nyeri kepala hebat yang tidak berkurang dengan pemberian analgetika
biasa
8.     Hiperrefleksia
9.     Mata: spasme arteriolar, edema, ablasio retina
10.  Koagulasi: koagulasi intravaskuler disseminata, sindrom HELLP
11.  Pertumbuhan janin terhambat
12.  Otak: edema serebri
13.  Jantung: gagal jantung

Eklampsia ditandai oleh gejala preeklampsia berat dan kejang :
·       Kejang dapat terjadi dengan tidak tergantung pada beratnya hipertensi
·       Kejang bersifat tonik-klonik, menyerupai kejang pada epilepsy grand mal
·       Koma terjadi setelah kejang dan dapat berlangsung lama (beberapa jam)
HIPERTENSI KRONIK
·       Hipertensi kronik dideteksi sebelum usia kehamilan 20 minggu
·       Superimposed preeclampsia adalah hipertensi kronik dan preeclampsia

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN TANPA PROTEINURIA

Jika kehamilan < 35 minggu, lakukan pengelolaan rawat jalan:
1.     Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria dan kondisi janin setiap minggu.
2.     Jika tekanan darah meningkat, kelola sebagai preeklampsia.
3.     Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin yang terhambat, rawat dan pertimbangkan terminasi kehamilan.
PREEKLAMPSIA RINGAN
Jika kehamilan < 35 minggu dan tidak terdapat tanda perbaikan selama ANC :
1.     Lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan:
a)     Lakukan pemantauan tekanan darah, proteinuria, refleks dan kondisi janin
b)     Lebih banyak istirahat
c)     Diet biasa
d)     Tidak perlu pemberian obat
2.     Jika tidak memungkinkan rawat jalan, rawat di rumah sakit:
a)     Diet biasa
b)     Lakukan pemantauan tekanan darah 2 kali sehari, proteinuria 1 kali sehari
c)     Tidak memerlukan pengobatan
d)     Tidak memerlukan diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi jantung atau gagal ginjal akut
e)     Jika tekanan diastolik turun sampai normal, pasien dapat dipulangkan:
·       Nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda preeklampsia berat
·       Periksa ulang 2 kali seminggu
·       Jika tekanan diastolik naik lagi rawat kembali
·       Jika tidak terdapat tanda perbaikan tetap dirawat
f)      Jika terdapat tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi
kehamilan
g)     Jika proteinuria meningkat, kelola sebagai preeklampsia berat

Jika kehamilan > 35 minggu, pertimbangkan terminasi kehamilan:
1.     Jika serviks matang, lakukan induksi dengan Oksitosin 5 IU dalam 500 ml Ringer Laktat/ Dekstrose 5% i.v 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin
2.     Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter Foley atau lakukan terminasi dengan seksio sesarea.

PREEKLAMPSIA BERAT DAN EKLAMPSIA
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia.
Pengelolaan kejang:
1.     Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
2.     Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap lendir, masker oksigen, oksigen)
3.     Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
4.     Aspirasi mulut dan tenggorokan
5.     Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi risiko aspirasi
6.     Berikan O2 4 – 6 liter/menit


Pengelolaan umum
1.     Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan
diastolik antara 90 – 100 mmHg
2.     Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih
3.     Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
4.     Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan proteinuria
5.     Infus cairan dipertahankan 1.5 – 2 liter/24 jam
6.     Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan
kematian ibu dan janin
7.     Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1 jam
8.     Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi merupakan
tanda adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan pemberian cairan
dan berikan diuretik (mis. Furosemide 40 mg i.v)
9.     Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi
setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar