Kerugian negara tahun 2011 senilai lebih dari Rp152 triliun yang disebabkan oleh korupsi sebetulnya bisa dimanfaatkan untuk memberikan sekolah gratis kepada 271 juta siswa SD dan 221 siswa SMP dalam satu tahun. Hal tersebut diungkapkan Ketua KPK, Abraham Samad dalam Kuliah Umum “Pendidikan Anti Korupsi” yang diselenggarakan ITB di Gedung Aula Timur Jalan Ganesa, Rabu (3/10).
Dikatakannya, pada tahun 2011 lalu total
aset dan kekayaan negara yang berhasil diselamatkan KPK lebih dari
Rp152 triliun,”Setiap harinya KPK harus menangani 50 kasus korupsi di
Indonesia. Kerugian karena korupsi itu kalau dimanfaatkan untuk
kepentingan rakyat bisa digunakan untuk berbagai hal,” paparnya.
Beberapa hal yang bisa dimanfaatkan dari
hasil korupsi itu dikatakan Samad yakni untuk memberikan 1,57 juta unit
rumah sederhana gratis untuk yang membutuhkan, memberikan 14,3 miliar
liter susu gratis kepada anak rawan gizi, memberikaan sekolah gratis
kepada 271 juta anak SD selama setahun, memberikan sekolah gratis kepada
221 juta siswa SMP selama setahun, memberikan 18,5 miliar liter beras
gratis bagi penduduk yang rawan pangan, membangun 1,24 juta unit ruang
kelas SD atau membanhun 1,19 juta unit ruang kelas SMP serta memberikan
31,4 juta unit komputer untuk sekolah.
Korupsi sendiri dikataakan Abraham Samad
merupakan segala bentuk dan tindakan yang menyimpang dari prilaku dan
aturan yang sebenarnya. “Sedangkan secara hukum yuridis disebutkan bahwa
setiap orang yg melawan hukum memperkaya diri sendiri orang lain atau
koorporasi yang bs merugikan negara merupakan korupsi,” paparnya.
Ada beberapa macam faktor penyebab
korupsi dikatakannya, sikap permisif yakni menganggap korupsi sebagai
hal biasa saja, “Seharusnya memang masyarakat melakukan perlawanan,”
kata Alumni Unhas tersebut.
Kedua yakni skeptis, yakni warga
Indonesia menganggap sulit memberantas korupsi, alhasil terbawa arus dan
akhirnya kejujuran menjadi hal aneh di Indonesia, apalagi dijelaskannya
masyarakat saat ini terjebak dalam hedonis dan konsumeristis.
Ketiga peraturan perundangan yang
tumpang tindih serta lemahnyaa penegakan hukum tumpul. Pengadilan yang
tidak sebanding sehingga tidak ada efek jera “Beda dengan Cina yang
menerapkan hukuman mati bagi koruptor,” jelasnya.
Selain itu kurangnya keteladanan
kempimpinan di daerah baik aparat pusat hingga daerah. “Belum lagi
negara tidak memberikan jaminan yang baik dan penghasilan yang baik
kepada masyarakatnya,” katanya.
(diposting dari http://www.dikti.go.id/?p=6115&lang=id)